Gonjang ganjing kenaikan UMR ini masih menimbulkan sejumlah PR yang belum terselesaikan di kalangan pengusaha maupun pemilik franchise. Walaupun sudah dilakukan sejumlah pengetatan pengeluaran kas, membuang daftar pembelian yang tidak urgent maupun yang tidak penting, sampai menunda investasi dan bersedia untuk mengurangi margin keuntungan, akan tetapi pengusaha dan pemilik franchise yang masih menggunakan tenaga kerja padat karya tetap merasa belum dapat mengatasi membengkaknya biaya produksi mereka. Terutama yang masih termasuk skala perusahaan kecil dan menengah.
Sering ada anekdot di kalangan ekonom, bahwa jika biaya produksi meningkat, dan membuat keuntungan semakin berkurang, maka obat mujarab yang dianjurkan adalah menaikkan harga jual secepat mungkin. Secara teoritis hal ini sah-sah saja, tetapi dalam realitasnya ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan. Misalnya seperti apakah konsumen bisa menerima kenaikan harga tersebut, apakah produk kita masih bisa bersaing dengan kompetitor, apakah harga yang baru tsb sesuai dengan nilai produk yang ditawarkan, apakah dengan kenaikan harga tsb akan membuat pihak franchisee menjadi kesulitan dalam menjual produknya dan membuat bisnis franchise yang kita miliki menjadi tidak “menarik lagi”??
Hal – hal diatas menjadi pertimbangan dari para pengusaha dan pemilik franchise yang membuat mereka berpikir ulang dan berusaha mencari jalan keluar lain. Apakah memang masih ada jalan keluarnya? Tentu saja masih ada jalan keluarnya, jika kita mau membedah satu persatu proses bisnis yang ada. Kuncinya adalah meningkatkan produktivitas dalam bisnis proses yang kita miliki, baik bisnis proses yang utama maupun yang pendukung.
Produktivitas akan meningkat jika kita 1) mampu mengelola bisnis proses yang sudah ada menjadi lebih effisien dan 2) melakukan terobosan yang inovatif dan kreatif. Untuk pengelolaan bisnis proses yang effisien, penulis menyerahkan kepada para owner, pemilik franchise untuk menganalisa setiap bagian dala tahap proses produksi secara cermat. Misalnya dalam hal mengerjakan tahap packing dalam proses produksi, apakah dimungkinkan melakukan pengurangan karyawan Bisa juga dalam tahap pengiriman barang ke outlet franchise, dilakukan perubahan peraturan pengiriman ke outlet hanya dengan jumlah nilai tertentu yang sudah ditentukan.
Sebenarnya melalui terobosan inovatif dan kreatif, produktivitas akan dapat meningkat secara tajam. Misalnya dalam kasus pengurangan karyawan dalam tahap proses packing akan lebih optimal jika dipadu dengan ide ide kreatif seperti perubahan lay out meja produksi, merubah disain proses kerja supaya lebih optimal, merubah system kerja lebih kearah output per karyawan, hingga system penggajian berdasarkan” pay for performance”.
Demikian juga dalam tahap pengiriman barang ke outlet franchisee, akan lebih produktif jika diakukan intervensi perubahan system, seperti pembuatan zonasi pengiriman dengan jadwal yang disosialisasikan kepada pihak mitra dan franchisee yang perlu dilibatkan secara penuh dalam perubahan system ini. Hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah kiriman sehingga produktivitas dept expedisi akan meningkat tanpa perlu ada revisi nilai minimum transaksi para franchisee.
Tentu masih banyak hal – hal lain yang bisa digali dalam membedah bisnis proses dari masing-masing perusahan franchise. Tantangannya adalah bagaimana para pemilik franchise mampu melihat terobosan kreatif dari bagian hulu, mulai dari supply, logistik, pembelian, bisnis proses produksi, hingga distribusi sampai ke pihak franchisee.
Para franchisor tidak cukup hanya mengandalkan intuisi, tetapi perlu juga mempertajam proses pembelajaran yang bersifat “generate learning”, bukan sekedar “adaptive learning” . Proses generate learning, diartikan bahwa perlu adanya terobosan inovasi sehingga perbaikan dan perubahan yang dilakukan mempengaruhi secara drastis, tidak hanya sekedar perbaikan setempat saja, juga mampu melakukan terobosan yang bersifat ‘out of the box” dengan mengoptimalkan kreatifitas dan inovasi. Sebaliknya adaptive learning adalah proses pembelajaran yang hanya bersifat lokal dan dan hanya mampu melakukan perubahan yang sifatnya kecil saja.
Baca Juga : Franchise Itu Harus Berinovasi Agar Terus Berkembang
Perubahan yang adaptif dilakukan hanya seputar perbaikan sisdur yang tidak mempengaruhi secara menyeluruh. Pemahaman bahwa setiap perbaikan bersifat kontinu dan terus menerus ( continuous improvement) mendorong pemilik franchise untuk dapat siap selalu menghadapi masa turbulensi yang berat , seperti kenaikan UMR 2013 inisehingga mampu melakukan proses generate learning. Inovasi yang dilakukan tidak perlu melulu harus dalam penciptaan produk atau services, tetapi bisa juga dalam inovasi penciptaan nilai, yang membuat produk yang sudah ada menjadi lebih bertambah nilainya bagi customer sasarannya (value innovation)
Mari kita melihat dalam industri franchise makanan dan minuman di Indonesia, Kita bisa melihat dalam bisnis franchise pizza misalnya, penciptaan nilai pizza dapat dimulai dari proses perubahan topping pizza, yang tadinya bersifat asin dan dengan toping yang standard seperti taburan keju, paprika, jamur, potongan sosis dan salami, sekarang mulai kita temui inovasi baru dengan toping pizza yang berbeda, seperti topping potongan udang seafood, bahkan juga sayur-sayuran seperti bayam dan sawi, disamping itu mulai muncul topping yang bersifat manis, seperti penggunaan selai, madu, coklat dll. Mungkin bulan depan kita sudah mulai melihat pizza yang tidak hanya dengan ukuran bulat, tetapi juga sudah berbentuk segiempat.
Tentu kita masih ingat bagaimana semangka varietas terbaru dari Jepang yang berbentuk segiempat, dimana varietas itu lahir dari masalah bagaimana sulitnya menyediakan tempat yang cukup luas untuk buah hasil panen. Dengan bentuk segiempat, maka buah semangka akan lebih mudah ditata sehingga ruangan yang digunakan jadi lebih sedikit dan lebih hemat. Ide tsb menjadi ide yang diterima oleh masyarakat luas, karena bentuknya yang unik langsung mengambil hati para konsumen.
Yang lebih heboh lagi adalah munculnya produk produk yang keluar dari pakem yang kita kenal seperti ice cream rasa keju, ice cream rasa sapi lada hitam, bahkan icre cream rasa pedas, yang justru muncul dari industry kecil di daerah luar Jakarta. Penciptaan inovasi tidak hanya muncul dari para pemilik franchise, tetapi juga bisa saja dari masukan customer, bisa juga muncul usulan dari karyawan.
Trend bisnis makanan dan minuman memang sangat dinamis, dan bisnis franchise berkembang subur di area ini. Maka jangan heran dengan inovasi kita melihat trend cakes yang sangat dinamis. Kita masih ingat perubahan secara serentak dari trend black forest, opera cake, tiramisu cake beralih ke red velvet cake hingga rainbow cake. Entah nanti bulan depan apakah muncul kue dengan rasa baru apa lagi. Yang dapat kita cermati adalah bahwa inovasi selalu tidak pernah berhenti. Seperti bisnis fashion, maka bisnis franchise dalam industry yang dinamis seperti makanan dan minuman membutuhkan inovasi yang terus menerus, perbaikan yang bersifat kontinu agar produktivitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan dari perusahaan franchise tsb dapat berjalan dengan baik.
Mari kita berinovasi setiap saat.. Salam inovasi…
Mirawati Purnama
Bluelight Consulting