Happy Franchisee; Tanda Happy Tambah Gerai

Happy franchisee sangat tergantung pada komitmen franchisor dalam memberikan support agar mereka berhasil dalam bisnisnya. seperti apa support yang harus diberikan agar franchisee bisa happy?

Kalau sebuah tujuan tercapai, franchisee pasti happy

Kalimat itu disampaikan oleh Tanadi santoso, seorang motivator yang juga entreprenenur dan corporate trainer. Sulit membantah kebenaran kalimat itu. Siapapun, dan apapun yang menjadi mimpi seseorang, jika sudah tercapai, pasti akan memberikan rasa happy. Tidak terkecuali para franchisee.

Di bisnis franchise, kepuasan bisa terlihat dari langkah yang sering diambil oleh franchisee dengan menambah gerai yang dimilikinya. 

Tetapi, menjadi happy di bisnis franchise butuh effort yang tinggi. Tidak bisa menggantungkan semata kepada franchisor. Meskipun peran franchisor sangat penting, terutama ketika franchisee belum ahli menjalankan bisnisnya. Support dan bimbingan sesuai dengan SOP menjadi kunci pertama bagi perasaan happy franchisee. 

Bahkan umumnya, perasaaan happy yang pertama kali dirasakan oleh franchisee sebelum keberhasilan bisnisnya ada pada hubungan kedua belah pihak franchisee-franchisor. Perhatian, bimbingan, dan support yang diberikan dengan sepenuh hati oleh franchisor akan membuat mereka happy untuk meraih keberhasilan bisnis mereka. Dan perasaan happy di dalam mendapati fakta bahwa franchisornya peduli dan terus memberikan support menjadi kunci keberhasilan mereka.

Mengapa support begitu penting dan menjadi salah satu pembentuk perasaan happy selain keberhasilan? 

Karena menjalankan wirausaha franchise itu tidak mudah. Franchisee tahu tentang itu. Persaingan bisnis yang digeluti oleh para franchisee sangat ketat. Situasi ekonomi yang dihadapi pun sangat dinamis. Teknologi dan gaya hidup cepat berubah. Tantangan ini yang tidak bisa dihadapi sendiri oleh franchisee. Kebersamaan dengan franchisor untuk menghadapi tantangan dan meraih sukses membuat franchisee merasa happy.

“Pada jaman yang semakin kompetitif ini, menjadi wiraswasta tidaklah semudah 25 tahun lalu. Persaingan semakin tajam, situasi ekonomi tidak mendukung, teknologi merubah gaya hidup semua orang. Pulangnya generasi muda dari kuliah di luar negeri, perubahan politik ekonomi Indonesia, dan semakin merebaknya franchise model, membuat semakin sulitnya orang yang mau memulai bisnis baru dari nol,” kata Tanadi santoso menggambarkan peran penting franchisor dalam memberikan support kepada franchiseenya.

Apalagi, tegas Tanadi Santoso, pada masa awal bisnis selalu sulit untuk dijalani. Tanadi memberikan gambaran bisnis di Amerika, menurutnya, 51 persen bisnis tidak bertahan dalam 5 tahun pertamanya, itupun termasuk franchise dan bisnis kedua atau ketiga dari orang yang sudah sukses. 

Bahkan Tanadi memperkirakan, bagi wirausaha awal hanya 1 dari 5 pebisnis awal yang mampu mempertahankan bisnisnya pada 3 tahun pertama. Berat, kata Tanadi meskipun dia menyarankan agar pelaku usaha tidak boleh menyerah, melainkan terus belajar. 

Semua pemula, katanya, selalu punya banyak kesalahan, baik asumsi ataupun proses berbisnis. Karena itu, peran franchisor sangat penting, selain para franchisee juga dituntut untuk mengembangkan kemampuan bisnisnya baik dengan membaca, seminar dan pelatihan.

Ditegaskan Tanadi, setiap perlaku usaha membutuhkan kemampuan teknis, kemampuan analisa dengan ketepatan keputusan, dan kemampuan emotional dalam mengembangkan bisnisnya. Serta membutuhkan knowledge, skill dan attitude yang pas. Termasuk franchisee, juga  membutuhkan keteguhan mengikuti aturan main franchisornya.

Sementara itu, pengamat franchise dari FT Consulting, Utomo Njoto menjelaskan, sesungguhnya, tingkat kesulitan menjadi franchisee  relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan non-waralaba. 

Franchisee menurutnya, hanya perlu menggunakan  sistem yang sudah teruji dari pewaralabanya. Meski demikian, proses pembelajaran tetap “harus dilalui oleh setiap terwaralaba”. Pada proses pembelajaran inilah, peran perassaan franchisee sangat penting, sehingga bisa mendorongnya lebih memiliki passion yang tinggi untuk berhasil di bisnisnya. 

Apalagi sesungguhnya, kata utomo, para franchisee dan karyawannya menjadi penanggung jawab penuh atas pelaksanaan SOP. Jika sejak awal hubungan franchisor-franchisee harmomnis dan keduanya bahagia, SOP bisa dijalankan dengan baik oleh para franchisee.

Lim Sanny, pengamat franchise dari Binus University juga berpandangan yang sama. Menurutnya,  faktor terberat bagi franchisee dalam menjalankan bisnis adalah jika franchisor tidak men-support franchisee dalam menjalankan bisnisnya.

Karena itu berbeda apa yang dirasakan franchisee dengan franchisor yang memberikan support di segala tantangan dengan franchsee yang tidak mendapati support dari franchisornya.

Menurut Lim Sanny, bagi franchisee, faktor berat menjalankan bisnis bukan seuatu yang menjadi kendala terbesar bagi franchisee. Sejak awal, ketika mereka membeli hak waralaba, para franchisee sudah mengetahu bahwa mereka juga dituntut untuk kerja keras.


“Menurut saya rasa berat atau tidak itu relatif, karena sangat dipengaruhi oleh masa berat dalam menjalankan bisnis umumnya dialami oleh franchisee, karena mereka belum mengetahui kondisi pasar disekitarnya, karakteristik konsumennya, membangun kepercayaan konsumen, serta penyiapan internal dalam bisnisnya,” kata Lim Sunny.

Akan tetapi, tandas Lim Sunny, masa berat dapat saja tidak dirasakan oleh franchisee, jika mereka  sudah mengetahui dengan pasti karakteristik konsumennya, misalnya dengan pengembangan usaha. 

Selain itu, lanjutnya, seberapa berat masa-masa sulit yang dihadapi franchisee ditentukan oleh seberapa siap seseorang franchisee menjalankan bisnisnya. “Jika franchisee tersebut sudah siap menjalankan bisnisnya secara langsung maka kendala sesulit apapun pasti dapat dilaluinya, namun tentunya dengan support dari franchisor,” katanya.

Tambah Gerai

Menurut Lim Sunny, salah satu tanda yang bisa dilihat dari happy franchisee adalah umumnya mereka akan memperpanjang kontrak hak waralabanya, serta menambah gerai.

Umumnya seorang franchisee yang happy karena bisnisnya berhasil tentunya ia akan menambah gerai, dengan keberhasilannya tentunya franchisee akan terus berharap bisnisnya semakin bertambah  semakin besar. Hal ini terjadi karena umumnya setiap orang tidak pernah merasa puas, tentunya ia akan menambah target dari apa yang ia sudah dapatkan. 

Sementara itu, Utomo Njoto mengatakan, tidak ada tanda khusus seorang franchisee itu happy atau tidak. “Ini sama seperti pelanggan yang puas, kadang tidak ada ekspresi khusus. Tergantung karakter mereka saja. Ada yang ekspresif menyampaikan kepuasannya, ada yang diam-diam saja,” katanya.

Karena itu, menurut Utomo, pewaralaba harus jeli dan mengupayakan komunikasi yang efektif untuk memahami happy tidaknya terwaralaba

Namun diakui oleh Utomo, secara normatif, franchisee yang happy akan menambah gerai yang dimilikinya. “Normatif memang begitu. Meskipun begitu, franchisee yang happy karena sudah profit tapi kalau dia tidak rela bayar royalti terus, maka ia tidak akan memperpanjang, dan berarti kita anggap tidak happy dalam konteks tidak rela bayar royalti … bukan dalam konteks support franchisor,” katanya.

Akan tetapi, menurut Utomo, hal itu sangat tergantung kepada klarakter franchiseenya. Mereka yang merasa cukup hanya dengan satu, tidak akan menambah gerainya meski mereka sangat happy dan puas. “Tergantung karakter dari terwaralaba itu. Ada yang merasa cukup dan hanya mau menikmati hasil, ada yang ekspansif nambah gerai,” katanya.

Atau, kata utomo, ada sebab lain. “Bisa juga faktor kebutuhan keuangan turut mempengaruhi. Misal dia happy, tapi tidak ada dana lebih karena laba usahanya diperlukan untuk kebutuhan lain,” katanya.

Tanadi Santoso mengingatkan, para franchise harus tetap menjaga mimpi dan optimismenya jika sudah mencapai pada tahap happy franchisee karena keberhasilan bisnisnya.

Diakuinya, mimpi memang harus tinggi, tetapi harus tetap berpijak pada realitas yang ada. Artinya, seberapa pun gerai yang ingin dimiliki boleh saja selama itu bisa dicapai. Namun dia mengingatkan agar bisnis tetap dilakukan dengan kerendahan hati.

Rofian Akbar