Franchisor Harus Mengambil Untung Melalui Franchisee, Bukan dari Franchisee

Franchisor seyogyanya harus membuat bisnis franchisee untung, jangan sampai dia mengakali franchisee untuk mengambil keuntungan sendiri. 

Menjadi seorang franchisor memang tidak mudah. Selain harus menjadi panutan franchiseenya, franchisor juga harus membuat bisnis para franchiseenya untung. Bukan sekedar untung sesaat, tapi untung yang berkelanjutan atau long term. Sehingga, bisnis franchise tersebut bisa mencapai sustainability business and profitable.

Karena itu sudah seyogyanya franchisor bekerja keras membangun supporting bisnis untuk mendukung kinerja para franchiseenya. Jangan sampai, begitu franchisee teken kontrak kerjasama, franchisornya malah cuek. Itu namanya tidak benar. Yang namanya bisnis franchise, itu harus ada on going support yang berkelanjutan.

Nah, semua supporting tersebut ujung-ujungnya demi mencapai keuntungan bersama. Artinya, jika franchisee bisa untung, maka franchisornya juga bisa untung. Sebaliknya, jika kinerja franchiseenya tidak bagus dan selalu merugi, maka franchisor juga tidak mendapatkan keuntungan.

Perlu diingat, franchisor yang benar itu adalah mereka yang mengamil keuntungan melalui franchisee, bukan mengambil keuntungan dari franchisee. Sebab, jika melalui franchisee, itu artinya franchiseenya sudah untung lebih dahulu, baru dia ikut menikmati keuntungan juga.

Berbeda dengan mengambil untung dari franchisee. Itu namanya si franchisor hanya mau mengambil untung saja dari franchisee, tanpa peduli si franchiseenya mau untung atau tidak. Jika itu terjadi, maka dipastikan bisnis franchise tersebut tidak akan berjalan lama. Dan saya menyarankan jangan mengambil franchise dari typical franchisor seperti itu.

Karena seringkali banyak keluhan dari beberapa franchisee diantaranya, beberapa franhisornya tidak bermuka manis dan mendukungnya lagi ketika franchise fee sudah di dapat dari franchisee. Franchisor selalu sibuk diajak diskusi tentang persoalan bisnisnya, manakala franchisee terkena masalah. Franchisor terus menuntut royalty fee meskipun franchiseenya sedang mengalami kerugian.

Ada juga beberapa franchisornya yang kerjanya mengakali calon franchisee terus. Misalnya, mereka sudah berani menjual franchisenya dengan investasi yang cukup besar. Padahal, restoran tersebut masih baru buka dan belum kelihatan untung.

Tapi, dia sudah berani menjual franchise dengan mematok franchise fee yang besar, hanya karena konsep gerainya dikemas dengan desain yang unik. Padahal, merek itu belum dikenal serta belum ada pelanggannya.

Selain itu, ada juga franchisor kerjanya mengakali calon franchisee dengan peraturan tertentu. Misalnya, franchisee mewajibkan membeli peralatan bisnis serta bahan baku dari franchisor, dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga pasaran. Hal ini tentunya saja sangat membebankan franchisee. Dengan aturan itu, investasinya tentu saja membesar, dan BEP-nya akan lama.

Semua aturan dan kebijakan franchisor harusnya diputuskan atas pertimbangan win-win solution. Jangan hanya franchisor saja yang berkepentingan, tapi franchisee juga. Kalau tidak win-win itu namanya franchisor mau cari keuntungan sendiri. Kalau sudah begitu, dia (franchisor) kan terus mengakali franchisee demi cari untung.

Dan franchisor yang punya karakter seperti itu sebetulnya menyalahi kode etik world franchise council. Memang tidak ada aturanya, tapi bisa kena sangksi. Artinya franchisor tidak fair play. Seperti di sepakbola, kalau tidak fair play maka dia akan diskor atau kena denda. Kita sebagai anggota world franchise council harusnya mencegah agar jangan sampai praktek bisnis waralaba tidak fair play di Indonesia.