Creativity: Essence of Branding

Creativity is the essence of branding. Yup, setelah sekitar 15 tahun terakhir saya mempelajari dan menggeluti marketing, akhirnya sampailah saya pada kesimpulan yang cespleng itu. Saya banyak membantu menangani brand dalam membangun strategi. Saya banyak membaca case-case hebat lokal maupun global. Saya mengikuti konsep-konsep marketing hebat di dunia. Dan semua itu membawa saya pada kesimpulan bahwa kreativitas marketer merupakan “amunisi” paling ampuh dari proses brand-building.

Kreativitas memungkinkan sebuah brand meroket dalam semalam (lihat misalnya: Starbucks atau J.Co). Kreativitas memungkinkan brand tahan menangkis serangan lawan (lihat: AMild, Google, atau AirAsia). Begitupun kreativitas menjadikan brand ampuh bertahan dalam waktu lama (lihat: Sosro, Apple, Coca Cola)

Anda boleh di luar kepala menguasai teknik-teknik menetapkan target pasar, step-by-step merumuskan positioning, atau strategi “how-to” menyusun bauran pemasaran. Namun itu semua tak akan ada artinya jika Anda tidak memiliki kreativitas dalam mengolahnya. Kenapa kreativitas itu demikian penting dalam brand-building?    

Kreativitas Itu Beda

Kreativitas merupakan kekuatan yang powerful untuk mencipta perbedaan. Minggu lalu saya mendapatkan kesempatan emas mengunjungi Froggy Floating Castle di BSD City dan berdiskusi asyik dengan pendirinya, mas Fernando Iskandar. Yang saya salut dari mas Fernando ini adalah kreativitas bisnisnya yang luar biasa.

Ia membuat sebuah program pengembangan kemampuan multiple intelligence anak, Froggy Edutography, dengan sebuah konsep bisnis yang sangat kreatif. Program tersebut mendorong anak-anak Indonesia untuk berani bermimpi besar. “Untuk menjadi pemimpin besar, anak-anak Indonesia harus bermimpi besar dan menggantungkan cita-cita setinggi langit,” ujarnya. Nah, sebagai simbol dari mimpi besar anak-anak Indonesia, ia membangun sebuah kastil melayang (Froggy Floating Castle) sebagai kampus. 

Selama dua bulan si anak didik mengikuti program, mereka diarahkan mengenali potensi multiple intelligence-nya dan kemudian diminta bermimpi dan mewujudkan mimpi tersebut dengan bekal potensi yang dimiliki. Di akhir program si anak diminta mendeklarasikan cita-citanya di hadapan orang tua dan teman-temannya sesuai dengan kartu impian yang telah dibuatnya. Kartu impian itu akan dilihatnya kembali belasan tahun kemudian saat ia telah besar.

Satu hal yang menurut saya menarik dari Froggy adalah konsep program yang orisinil dan belum pernah ada sebelumnya. Dengan program yang beda dan satu-satunya di Indonesia, maka Froggy tak memiliki pesaing alias berada di blue ocean market. Tak hanya itu, dengan konsep yang breakthrough dan “out of the box” Froggy juga mampu building brand dengan cepat karena adanya publisitas dari media dan word of mouth yang menyebar dari konsumen ke konsumen lain secara cepat bak wabah kolera. 

Kreativitas Itu Murah

Seharusnya kreativitas menghasilkan brand-building yang relatif murah. Saya kebetulan kenal dekat dengan pak David Marsudi, presiden direktur restoran D’Cost. Pak David punya segudang kreativitas dalam berpromosi untuk mendongkrak brand D’Cost.

Ambil contoh program “Diskon Umur”. Program ini memberikan diskon ke konsumen sesuai umur yang tertera di KTP. Kalau umur Anda 30 tahun maka Anda dapat diskon 30%. Kalau umur Anda 80 tahun Anda dapat diskon 80%. Lalu bagaimana kalau umur Anda 104 tahun? “Anda malah dapat cash back, habis makan malah dapat duit,” ujar  pak David. Kwkwkwwkkw!!!

Contoh program nyeleneh lain adalah program “Hamil Baru Bayar”. Program ini memberikan kesempatan para pasangan untuk merayakan pernikahan di D’Cost gratis untuk 300 kursi plus dekorasi pelaminan. Bayarnya kapan? Bayarnya setelah si istri hamil. Begini bunyi iklannya: “Pesta Pernikahan Sekarang… Hamil Baru Bayar.. (Tidak Hamil, Gratis)”. Ada juga program “Uang dan Doa” dimana konsumen membayar makanan di D’Cost dengan “Separo Uang, Separo Doa”. Syaratnya, si konsumen wajib mendoakan orang lain dalam secarik kertas, doa inilah yang dipakai untuk membayar separo harga makanan yang dipesan. Kwkwwkwkw!!!

Dengan konsep promosi yang nyeleneh dan super kreatif seperti itu, D’Cost mendapat pemberitaan dari media secara gratis, para blogger (termasuk saya) berlomba-lomba menuliskan case-nya, dan tentu promosi dari mulut ke mulut menjalar dari satu konsumen ke konsumen lainnya. 

Kreativitas Itu Mencipta Nilai

Terakhir, kreativitas haruslah mencipta nilai alias menjual. Tak ada gunanya kreativitas menghasilkan suatu hal yang beda dan proses brand-building yang murah, tapi produknya tak laku dijual. Dua contoh yang saya kemukakan di atas berujung pada kinerja keuangan yang menakjubkan. Froggy misalnya, belum resmi dibuka (masih soft launch) tapi konsumen sudah antri dan sekarang bahkan inden.

Kemampuan menjual dan mencapai kinerja finansial bagi saya merupakan ultimate test sebuah strategi atau program pemasaran dikatakan kreatif. Se-nyeleneh, se-breaktrough, dan se-out of the box apapun sebuah strategi atau program, ketika ia tak mampu menjual produk dan menghasilkan kinerja finansial, bagi saya tak layak disebut kreatif.

Dalam pemasaran, sebuah kreativitas haruslah menghasilkan awareness super-cepat dan super-luas; harus menghasilkan loyalitas konsumen kalau bisa seumur hidup; dan harus menghasilkan evangelist fanatik yang membela brand hingga titik darah penghabisan. Namun itu saja tidak cukup. Semua itu harus berujung pada tercapainya kinerja keuangan yang fenomenal. Kreativitas haruslah bisa mencipta nilai, harus bisa menjual.

Yuswohady

Managing Partner Inventure