Cara Membangun Relasi Yang Baik dengan Franchisee

Portrait of business people sitting at desk and shaking hands.

Menjual franchise dan mendapatkan Franchisee bukanlah ukuran sukses dalam franchising, karena hal tersebut hanya merupakan tahap awal dalam kegiatan franchising. Ukuran sukses dalam franchising adalah pada saat para Franchisee-nya berkembang dengan sukses, dan hubungan bisnis serta sosialnya dengan Franchisor berjalan dengan lancar dan bertahan lama.

Artinya, setelah merekrut Franchisee, maka perjalanan selanjutnya adalah membina kesuksesan bisnis Franchisee serta memelihara hubungan yang harmonis.

Untuk membuat para Franchisee berkembang dan mendapatkan sukses, diperlukan program-program pengelolaan kerja yang konsisten dan terukur. Program-program tersebut terdiri dari 3 hal inti, yaitu Program Dukungan, Pengembangan, dan Pembinaan Hubungan.

Hal yang pertama, yaitu Program Dukungan bertujuan untuk memberikan dukungan yang berkesinambungan (continuous supports) kepada jaringan penerima waralaba, dan merupakan salah satu kegiatan utama Franchisor. Program ini berorientasi kepada suksesnya Franchisee.

Program dukungan ini sendiri terdiri dari 4 bagian, yaitu Pelatihan, Pemasaran, Konsultasi Bisnis, dan Monitoring, diman setiap bagian mempunyai konsep, model dan prosedur kerja tersendiri, serta membutuhkan bisnis mastery dari bisnis yang di-franchise-kan.

Hal kedua adalah Program Pengembangan, dimana berisi kepentingan bagi Franchisor dalam pengembangan diri. Hal ini sangat diperlukan bagi Franchisor agar selalu lebih unggul/ maju (advance) dari para Franchisee-nya.

Program-program pengembangan yang konsisten dan efektif akan membuat para Franchisee menjadi lebih loyal dan menggantungkan harapan kepada Franchisor. Dengan demikian Franchisor dapat meningkatkankan jumlah ketertarikan para calon Franchisee karena melihat adanya peningkatan manfaat bergabung dalam bisnis waralaba yang ditawarkan.

Hal ketiga adalah hal yang menjadi topik kali ini, yaitu mengenai Program Pembinaan Hubungan. Perlu diketahui, bahwa hubungan dalam franchising antara Franchisor dan Franchisee adalah hubungan kemitraan yang dilandasi dengan ikatan perjanjian. Memiliki “relationship” dengan jangka waktu bertahun-tahun dan dapat diperpanjang (bila kedua belah pihak setuju).

Kedua belah pihak saling mengharapkan mempunyai posisi yang setara, mandiri, serta masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dijalankan. Tetapi, pada kenyataannya ada “life cycle relationship”. Hal tersebut mirip dengan hubungan pernikahan.

Untuk itu perlu pembinaan hubungan yang berkesinambungan, dimana masing-masing pihak perlu selalu merasa bangga dan setia (loyal) kepada pasangan (mitra)nya. Tetapi, sebenarnya dalam hubungan kemitraan ini Franchisor yang wajib mengendalikan hubungan (untuk itu Franchisor perlu mastery dibisnisnya).

Tujuan dari pembinaan hubungan antara Franchisor dan Franchisee adalah untuk mencapai hubungan yang harmonis dan Franchisee yang kooperatif. Untuk itu Franchisor harus memiliki kepekaan terhadap permasalahan Franchisee, dengan cara mengoptimalisasikan berbagai input yang didapat dari pengamatannya terhadap para Franchisee. Sehingga dapat  bersama-sama memperoleh manfaat dengan meningkatnya masing-masing kinerja usaha.

Ada 4 jenjang hubungan Franchisor dan Franchisee yang terjadi dalam kemitraannya. Jenjang pertama adalah jenjang Demanding, yaitu saat selesai penandatanganan perjanjian franchise. Saat itu Franchisee sedang sangat bersemangat dan bersedia mengeluarkan dana.

Franchisee banyak meminta berbagai janji dan sangat bergantung. Jenjang kedua adalah jenjang Dependent, yaitu saat Franchisee merintis usaha. Franchisee selalu menuntut dukungan dan kadangkala berusaha menunda pembayaran royalty dengan alasan efisiensi.

Jenjang ketiga adalah jenjang Independent. Franchisee pada saat ini sudah lebih mandiri. Franchisee jarang mau mendengar arahan dan sering melanggar penerapan sistem Franchisor (merasa lebih pintar), seperti memilih produk lain, ingin menjalankan program sendiri tanpa berkonsultasi, suka mengancam untuk memutuskan perjanjian.

Jenjang terakhir Interdependent. Inilah saat dimana Franchisor dan Franchisee sudah harmonis. Saat ini Franchisee selalu banyak ide untuk membuat program bersama, serta ingin memelihara hubungan yang terus menerus.

Dalam hubungan franchise, keempat jenjang atau masa tersebut akan selalu berulang kepada setiap Franchisee baru. Tugas Franchisor adalah mempercepat proses tersebut mencapai jenjang keempat melalui program-program Pembinaan Hubungan.

Contoh program pembinaan hubungan pada masa Demanding dan Dependent adalah, komunikasi rutin dalam bentuk bimbingan agar Franchisee paham bahwa mereka tidak sendirian serta terus menerus mendapat bantuan dan pelatihan. Selalu memberikan apresiasi atas setiap kemajuan yang dicapai, misal dalam buletin. Memberi kesempatan kepada Franchisee untuk dapat sharing pengalamannya kepada orang lain.

Contoh program Relationship pada masa Independent misalnya adalah, Franchisee lebih sering diajak untuk melihat prestasi dan perkembangan Franchisor. Memberikan sharing mengenai teknik-teknik baru dalam menjalankan bisnis. Mengajak serta para Franchisee menjadi bagian dari prestasi dan penghargaan yang diterima oleh Franchisor. Atau program-program yang tujuannya agar Franchisee selalu berpikir bahwa bekerjasama dengan Franchisor adalah keputusan yang berharga.

Contoh program Relationship pada masa Interdependent misalnya adalah meningkatkan potensi Franchisee untuk menjadi Master Franchisee/ Master Franchise, mengalihkan fokus Franchisee untuk membuat ide-ide baru yang mempengaruhi teknis operasional usaha Franchisor, dan lain-lain.

Itu juga sebabnya, dalam menjalankan bisnis yang dipasarkan secara franchising, Franchisor membutuhkan sebuah organisasi untuk dapat melaksanakan program-programnya. Dan bahwa program-program yang dijalankan oleh Franchisor sama sekali berbeda dengan bisnis yang dikuasainya.

Ada sebuah paradigma baru yang harus dimiliki oleh Franchisor, yaitu paradigma service, dan tidak semua Franchisor yang walaupun tahu apa itu service, tetapi dapat melaksanakannya. Butuh bimbingan dan pemahaman baru untuk merubah/menambah paradigma bisnis yang berlaku dalam franchising.

Semoga bermanfaat.

Royandi Junus

Konsultan dari IFBM