Bagaimana Menciptakan Passion

Salah satu klien kami sebuah perusahaan franchisor usaha “air minum isi ulang” telah  membuat business concept berani untuk usaha air minum isi ulang. Kita semua tahu  bahwa membuka usaha air minum isi ulang relatif tidak memerlukan investasi yang besar. Tetapi franchisor klien kami ini mengembangkan konsep usaha yang mengutamakan kualitas yang tinggi dengan peralatan dan tata cara pelayanan yang disiplin, sehingga dia memasang harga investasi franchisenya mahal. Mungkin 10 kali lebih mahal dibandingkan dengan investasi usaha air minum isi ulang pada umumnya. Tetapi yang luar biasa adalah bahwa franchisenya sangat laku dan memuaskan para franchiseenya. Bahkan beberapa franchiseenya sudah pula membuka outlet yang kedua bahkan ketiga. Mengapa bisa demikian fenomenal?  Baik para franchiseenya maupun kami melihat dengan nyata bagaimana sang franchisor benar-benar mengerjakan dan  mengelola usahanya dengan rasa sayang dan antusias yang penuh penjiwaan. Karyawan dan para franchiseenya jadi terbawa mencintai usahanya. Hasilnya memberikan penjualan dan keuntungan yang sangat baik. Hampir tidak ada outlet-nya yang mengalami kesulitan, apalagi kerugian.

Jika kita membaca bukunya Starbuck yang ditulis oleh Howard Schultz berjudul: Pour Your Heart into It, terlihat betapa passion yang dimilikinya memotivasi tidak saja para pekerja di Starbuck yang berjuang dari susah, tetapi juga memotivasi banyak rekan-rekannya seperti Kenny G, Bill Gates dan lainnya untuk membantunya. Hasilnya, luar biasa! Perusahaan kecil yang dimulainya tahun 1997, saat ini menjadi yang terbesar di dunia.

Dengan cerita di atas, apakah masih perlu ditanya ‘pentingkah passion dalam bisnis kita?’ Dalam franchising, interaksinya sarat dengan ‘mempengaruhi’ orang lain. Franchisor perlu mempengaruhi franchiseenya agar mereka juga mempunyai concern yang sama dengan franchisornya.

Passion bagi franchisee tentunya akan membuat semangat yang tidak tertunda-tunda dalam menjalankan bisnisnya. Apalagi kadang kala sebagai franchisee, mereka belum pernah mengenal dan berpengalaman menjalankan usaha itu sebelumnya. Bagi para franchisor yang mempunyai franchisee yang menjalankan bisnisnya dengan passion juga akan mempunyai interaksi yang menguntungkan. Mereka akan menjadi partner yang saling mengisi. Walau ada kemungkinan para franchisee itu menjadi lebih rewel. Tetapi tidak apa, rewel yang positif dari franchisee juga akan memberikan kemajuan buat usaha kita.

Dari pengalaman kami membantu para franchisor yang baik persiapannya, sangat terlihat kemajuan para franchiseenya yang memiliki passion yang positif.

Jika saya mengutip bukunya terakhirnya Stephen R. Covey, ‘The 8 Habit’, saya juga ingin memberikan pengertian yang mirip, passion dalam bisnis adalah: Bagaimana kita menemukan semangat dan gairah sepenuh hati dalam bisnis, serta memberikan inspirasi orang lain untuk menjalankan hal yang sama. Kadang kita memang mempunyai penjiwaan dalam menjalankan bisnis kita, tetapi kita hanya memilikinya sendirian dalam kantor atau bisnis kita. Kita menjadi super-aktif sendiri, berpikir siang-malam sendiri, dan akhirnya frustasi.

Jika kita bisa ketularan passion dari orang lain, maka tentunya passion bisa di-create untuk menjalankan bisnis. Dalam franchising biasanya kita perlu mempengaruhi para franchisee kita untuk berpikir loyal, dan hanya bisnis kita yang terbaik baik bagi mereka. Seperti pada umumnya di bisnis jaringan, melakukan “doktrin” atau penokohan adalah hal yang sangat lazim dilakukan untuk membentuk loyalitas dan penjiwaan. Hanya saja efektifitas untuk kegiatan ini perlu dilakukan dengan rutinitas yang regular dan diikuti dengan konsitensi yang tinggi dari para franchisornya.

Bagaimana caranya? Para franchisor perlu membuka filosofi bisnisnya pada para karyawan dan franchiseenya. Ini adalah hal yang paling agung dalam penjiwaan bisnis yang perlu juga dimiliki oleh jajaran bisnisnya. Semua kegiatan dan ketentuan dalam mengelola usaha didasari oleh filosofi usahal tersebut. Franchisor perlu menginformasikan visi usaha yang jelas kepada para karyawan dan franchiseenya. Bagaimana mimpinya mengenai perusahaannya pada 30 tahun mendatang, atau jangka waktu tertentu yang jelas terhampar dalam bayangan franchisor.

Selanjutnya adalah membuat regular training yang metodanya didasari juga dengan filosofi usaha. Training-training ini tidak hanya mengenai hal-hal yang operasional, tetapi juga hal-hal sosial dan personal. Dan hal yang terpenting, franchisor dan para pemimpin harus konsisten untuk menjalankannya.

Apa kesulitannya untuk menciptakan hal itu? Kita sama sadari bahwa banyak pelaku bisnis yang orientasinya hanya uang. Bukan masa depan, dan bukan hasilnya bagi banyak orang. Presepsi ini membatasi mereka untuk membuka wawasan.

Dalam salah satu buku yang berisi kiat-kiat memilih usaha yang cocok, dikatakan bahwa untuk menentukan sebaiknya kita berbisnis apa; caranya adalah dengan mencoba memikirkan pekerjaan apa yang paling ingin dilakukan saat bangun tidur pagi. Mungkin keinginan dengan cara ini tidak terkontaminasi dengan nafsu-nafsu yang negative untuk berbisnis. Siapa tahu?

Perlu diingat, sukses bisnis franchise kita dimulai saat para franchisee kita begitu bahagia dan menjualkan kita pada yang lain. Isn’t it about ‘passion’?

Burang Riyadi

IFBM Consulting