

Bagi para pemilik perusahan dan pemilik franchise tentu menjadi pertanyaan di dalam hati masing-masing , bagaimana sebenarnya kondisi dashboard perusahaan kita sampai akhir tahun ini…? Apakah masih menunjukkan warna “hitam” dengan kecepatan aman terkendali, atau berwarna “kuning” karena bergerak dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi “over heating” dan menjadi tidak terkendali??. Atau malah sudah menunjukkan warna “merah”, karena kehabisan amunisi dan sering mogok akhir akhir ini????? Bisa saja jangan-jangan malah kita tidak tahu apakah dashboardnya berwarna” hitam, kuning atau merah”, akibat kita tidak memiliki standard pengukurannya. Saya yakin cukup banyak perusahaan skala UKM yang sering tidak mengetahui bagaimana raport perusahaannya dan merasa “everything is fine!”. Intuisi ini hanya meninabobokan kita dan sering kita sulit menerima kenyataan bahwa mungkin saja kinerja perusahaan tidak sekinclong seperti yang diharapkannya.
Nah jika kita ingin tetap mempercepat pertumbuhan dan meraih kinerja yang lebih baik, bagaimana kita memegang kendali ini?? Tentunya sangatlah tidak mungkin mempercepat pertumbuhan bisnis hanya dengan mengandalkan pemikiran dan daya juang kita sendiri sebagai business owner. Kita membutuhkan sinergi dari team yang membantu kita selama ini. Sadarkah para business owner, franchisor maupun franchisee, bahwa kita juga sangat membutuhkan mereka, yang kita sebut sebagai karyawan, bawahan, pekerja, anak buah? Bahwa percepatan pertumbuhan tidak hanya membutuhkan investasi dana dan infrastruktur, tetapi juga membutuhkan teamwork yang kuat. Tidak mungkin hanya kita yang berlari marathon sendiri, tetapi team dibawah kita masih berjalan perlahan lahan seperti seekor siput. Disinilah perlu adanya sinergi antara pemilik perusahaan dengan team pelaksana, antara manager dengan bawahannya, antara leader kelompok dengan unitnya, supaya percepatan pertumbuhan dapat tercapai dan secara operasional, proses bisnis dapat berjalan dengan mulus.
Ada pengalaman dari Alan D, seorang manager franchise dari Amerika yang tinggal di Jakarta. Sebagai manager dari perusahaan franchise restorant, dia sering mengeluh kesulitan dalam menjalin hubungan dengan teamnya. Sebenarnya dia dihargai karena kecepatannya, cara berpikirnya yang langsung tepat sasaran, dan kreativitasnya yang tinggi, ia cenderung mendominasi project kerja tempat dia terlibat di dalamnya. Dalam pemikiran Alan, dia sekedar mencoba menghasilkan yang terbaik. Masalahnya, ia sering sekali membuat rekan rekan kerja dan para bawahannya merasa tidak dihargai , tidak di dengar bahkan direndahkan. Akibatnya rekan kerjanya ataupun bawahannya tidak berusaha untuk membantu pekerjaannya secara maksimal. Pada waktu dibukakan kepada Alan mengenai survey persepsi rekan kerja dan bawahannya, Alan cukup terganggu oleh kenyataan mengenai dirinya. Dalam survey tsb, walaupun Alan diakui brilian dan kreatif, tetapi juga kurang dekat, kurang komunikatif, dan selalu bersikap kritis terhadap orang lain. Pada waktu kami telusuri lebih dalam, Alan mengakui bahwa dia merasa bergaul dengan bawahan membuat tidak efisien dari segi penggunaan waktu, dan Alan juga mengakui bahwa dia memang tidak pernah memperhatikan perasaan orang lain ketika bekerjasama dalam project kolaborasi. Dan umumnya project yang sifatnya kolaborasi yang dikerjakan Alan dalam suatu team sering hasilnya kurang memuaskan daripada project individu dan ini tentunya sangat merugikan perusahan.
Dari kisah di atas, apa solusi yang dapat kita upayakan sejalan dengan rencana perusahaan untuk melakukan akselerasi pertumbunan ?? Hambatan kinerja Alan, seperti kemampuan mendengar yang buruk, empati yang rendah dan adanya kesadaran Alan untuk menjalin hubungan yang lebih dalam, baik dengan bawahan maupun dengan rekan kerja, dapat diperbaiki dengan melakukan serangkaian ritual ritual yang dilakukan dengan tekun, seperti : a) memulai interaksi dengan bawahan /rekan kerja dengan mendengarkan, dan tidak perlu berbicara; b) merefleksikan kembali kepada si pembicara apa yang telah dipahaminya dengan menggunakan kata-kata sendiri, c) menggunakan frasa- frasa seperti : “Saya rasa saya mengerti apa yang Anda coba katakan” dan d) setiap minggu menyediakan waktu untuk mengunjungi salah satu bawahan.
Alan memutuskan untuk membuat suatu ritual yang terfokus pada cara agar lebih memberi perhatian dalam mendengarkan, dan cara menempatkan diri pada posisi orang yang ia ajak bicara. Ia tidak terburu- buru dengan mengutarakan sudut pandangnya, tetapi berkomitment untuk mengawali pertemuan dan rapat bisnis dengan terlebih dahulu mendengarkan orang lain dalam suatu cara yang tersusun, secara sinambung mengutarakan kembali dengan kata-katanya sendiri gagasan-gagasan yang dia dengar tanpa mengkritiknya sama sekali. Alan menjadi tersadar oleh kenyataan bahwa tidak perlu sepakat dengan pendapat orang lain untuk menghargai atau memahami sudut pandang yang berbeda. Dia pun sering menggunakan menggunakan kata-kata sbb : “Coba saya berikan sudut pandang lain mengenai hal ini” atau dengan kalimat lainnya “ Apakah ada kemungkinan untuk melakukan pendekatan lainnya?”.
Perubahan perubahan yang dilakukan oleh Alan sungguh membuat rekan kerja dan bawahannya terkejut dan menyambut dengan gembira dan menimbulkan semangat baru untuk bekerjasama dan bersinergi.
Jadi jika kita mampu membenahi kecerdasan emosional kita seperti cerita Alan di atas, maka sinergi dan kolaborasi dalam team akan muncul tanpa paksaan. Team akan melakukannya tanpa paksaan, dengan munculnya rasa ikut memiliki project tersebut (sense of ownership). Dampaknya project maupun business proses apapun dapat berjalan lebih cepat dan setiap perubahan yang terjadi akan dapat diadaptasi secara cepat pula. Tentunya hal ini akan mampu mendorong akselerasi pertumbuhan melebihi yang kita bayangkan karena kita sudah menempatkan setiap rekan kerja ataupun bawahan sebagai human capital, bahkan sebagai human asset yang melebihi bentuk asset perusahaan lainnya.
Ir Mirawati Purnama Msi